Senin, 11 Agustus 2008

INSTRUMEN PENELITIAN

ANALISIS INSTRUMEN PENELITIAN

Tiga Persyaratan Isntrumen

Penelitian ilmiah, khususnya penelitian behavioral, lebih khusus lagi penelitian kependidikan, sering melibatkan empat macam instrumen: questionaire, test, observation, dan/atau rating scale. Apapun instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian ilmiah, yakni dari keempat macam dimaksud, mereka harus memenuhipersyaratan: kesahihan, keterandalan, ketelitian.

Kesahihan instrumen, adalah tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesutau yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen itu. Artinya, suatu instrumen dipandang sahih jika ia dapat mengukur apa saja yang hendak diukur, dapat mengungkap apa yang hendakdiungkap, dapat menembak tepat sasaran yang akan tembak. Kesahihan instrumen dapat ditempuh dengan beberapa cara: (1) uji kesahihan logik, content validity (validitas teoritik); (2) construct validity (validitas empirik) dengan cara menguji kesahihan butir-butir terhadap faktor (indikator)nya, untuk instrumen yang memiliki lebih dari satu faktor melalui analisis faktor (versi SPSS/PC+ dan sejenisnya), atau melalui uji butir-total (versi SPS); (3) concurrent validity; (3) predictive validity.

Keterandalan instrumen, yakni kemantapan, keajegan, atau stabilitas hasil amatan. Artinya, suatu amatan dalam keadaan tak berubah dalam kurun waktu antara amatan pertama, amatan kedua, atau amatan selanjutnya. Dua cara untuk uji keterandalan: repeated measures, dan one shot. Untuk instrumen observasi, atau instrumen lainnya yang melibatkan dua atau lebih rater terdapat cara tersendiri, cara tambahan, yakni dengan uji keterandalan (uji kesepakatan) inter-rater. Sementara, untuk instrumen yang melibatkan beberapa faktor (aspek, indikator) cara uji keterandalan harus dimulai dari uji keterandalan faktor kemudian dilanjutkan dengan uji keterandalan gabungan.

Ketelitian instrumen, adalah akurasi hasil amatan (pengukuran) yang dicerminkan oleh adanya kedekatan bacaan dari alat ukur dengan keadaan yang sesungguhnya. Artinya, jika mengukur didefinisikan sebagai menyidik, mengidentifikasi

magnitude (besaran) objek, maka ketelitian menunjuk sebagai kemampuan alat ukur untuk memberikan hasil ukur yang mendekati magnitude yang sesungguhnya dari objek ukur (Sutrisno Hadi; 1990). Misal seorang peneliti hendak mengukur "sikap dosen terhadap profesinya" dengan menggunakan skala sikap sebagai alat ukurnya. Perangkat (skala sikap) ini distratifikasi menjadi: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), R (Ragu-ragu) atau netral, TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Kelima tingkatan jawaban ini dipandang sebagai mendekati keadaan tingkatan sikap yang sesungguhnya. Syarat ketelitian yang demikian memiliki makna penting karena menjadi tumpuhan discriminating power bacaan- bacaan yang dihasilkan oleh instrumen.

Menyusun dan Menguji Instrumen

Banyak peneliti memiliki ketidak-mampuan dalam menyusun instrumen penelitian. Hal ini dipandang wajar tetapi naif, sebab instrumen penelitian merupakan jantungnya kegiatan penelitian. Peneliti yang tidak mampu menyusun instrumen tidak perlu memaksakan diri. Adalah sah, menggunakan instrumen yang relevan yang telah ada sebelumnya, atau instrumen yang telah teruji kesahihannya karena dihasilkan oleh pakar yang berkompeten. Peneliti yang menyusun instrumen sendiri, memerlukan wawasan memadai dibidang materi yang diteliti maupun bidang metodologi instrumentasi, baik menyangkut konstruksi instrumen maupun cara analisisnya. Menyusun atau mengkonstruksi instrumen harus menempuh tiga langkah pokok: (1)

construct definition, definition of concept, atau content definition; (2) identification of factor; (3) items construction. Selanjutnya, secara praktis ditindaklanjuti dengan:

1) Menyusun kisi-kisi instrumen

2) Menyusun butir-butir instrumen

3) Melakukan expert judgment

4) Melakukan ujicoba instrumen

5) Menganalisis hasil ujicoba melalui prosedur:

(1) uji keterandalan antar-rater;

(2) uji kesahihan butir;

(3) uji keterandalan butir;

(4) uji kesahihan faktor (Sutrisno Hadi;1990).

Ujicoba Instrumen

Ujicoba intrumen dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang sahih dan reliable sehingga dapat dipergunakan untuk menjaring data yang dibutuhkan. Dikatakan sahih apabila alat ukur yang dimaksud dapat menggambarkan dengan sebenarnya apa yang diukur, sedangkan dikatakan reliabel atau andal jika alat ukur itu menghasilkan ukuran yang relatif andal, tetap atau ajeg meski dilakukan berulang-ulang dalam waktu yang berbeda. Perhatikan uraian di depan. Melalui ujicoba, alat ukur dapat disempurnakan antara lain dengan cara menghilangkan butir-butir instrumen yang tidak sahih, dan memperbaiki butir-butir instrumen yang kurang dimengerti oleh responden. Pengambilan jumlah responden dan lokasi ujicoba disarankan agar berpijak pada pendapat ini: ujicoba instrumen khususnya angket cukup diambil responden sebanyak 30 orang yang keadaannya relatif sama dengan responden sesungguhnya (Masri Singarimbun & Sofian Effendi, 1989).

Beberapa Formula untuk Uji Instrumen

Uji keterandalan antar-rater

Koefisien kesepakatan antar pengamat (rater), disebut pula koefisien

konkordansi. Koefisien konkordansi ini dicari dengan formula Ebel yang

dikemukakan kembali oleh J. P. Guilford (1954:395) sebagai berikut:

Vp - Ve

rkk = ----------

Vp

di mana,

rkk = koefisien keterandalan rating untuk

2 rater (penilai)

Vp = variance for persons (variansi subjek)

Ve = variance for error (variansi sisa).

Menurut Sutrisno Hadi (1991), dengan formula Ebel itu hasilnya tidak berbeda dengan formula Hoyt (meskipun formula ini lebih sering dipakai untuk menghitung koefisien keandalan butir), sebagaimana dikemukakan kembali oleh J. P. Guilford (1954:384):

Vr Ve - Vr

rtt = 1 - ---- = ----------

Ve Ve

di mana,

rtt = koefisien keterandalan yang dicari

Vr = variansi residu

Ve = variansi subjek.

Koefisien konkordansi bisa diterima jika taraf signifikansi 5 % atau peluang kesalahannya adalah ≤ 0,05 (yang lazim dipakai dalam penelitian sosial, penelitian pendidikan). Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, yang berarti antar pengamat tidak ada kecocokan pengamatan, maka butir yang dinilai harus digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan analisis penelitian (Sutrisno Hadi, 1991).

Uji kesahihan butir-total

Formula awalnya Pearson Product Moment Correlation, sebagai dikemukakan

Sutrisno Hadi (1995):

NåXY - (åX) (åY)

rxy = -----------------------------------------------

Ö [{NåX² - (åX)²)} {NåY² - (åY)²)}]

di mana,

X = sekor butir tertentu

Y = sekor total

N = jumlah subjek ujicoba.

Supaya koefisien korelasinya (rxy) tidak over-estimate, maka perlu dikoreksi

dengan melakukan part-whole correlation atau korelasi bagian (butir) dengan

total, koefisien korelasinya rbt, sehingga formulanya menjadi:

(rxy) (SBy) - SBx

rbt = -----------------------------------------

Ö{(Vy+Vx) - 2(rxy) (SBy) (SBx)}

di mana,

rbt = korelasi bagian-total

rxy = korelasi momen tangkar

SBy = simpang baku total (komposit)

SBx = simpang baku bagian (butir)

Vy = variansi total

Vx = variansi bagian (butir).

Untuk menentukan kesahihan butir digunakan taraf signifikansi 5 % atau peluang kesalahan ≤ 0,05. Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, yang berarti butir instrumen yang dinilai harus digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan analisis penelitian.

Keterandalan Instrumen

Butir-butir alat ukur setelah dinyatakan sahih, selanjutnya diuji

reliabilitas atau keterandalannya melalui dua tahap:

(1) Uji keterandalan tiap faktor dengan teknik uji keterandalan one shot (ukur sekali) antara lain dengan formula Hoyt yang dikemukakan kembali oleh J. P. Guilford (1954:384):

Vr Ve - Vr

rtt = 1 - ---- = ---------

Ve Ve

di mana,

rtt = koefisien keterandalan yang dicari

Vr = variansi residu

Ve = variansi subjek.

Karakteristik formula Hoyt ini: (a) digunakan untuk butir dikotomi atau nirdikotomi; (b) jawaban yang kosong bisa digugurkan; (c) tidak terikat oleh persyaratan tertentu; (d) hasilnya akan sama dengan Alpha Cronbach yaitu sebagai generalized model untuk uji keterandalan butir (Sutrisno Hadi, 1991). Selain fortmula Hoyt, bisa digunakan pula formula Alpha dari Cronbach (1951). Formula Alpha digunakan apabila suatu instrumen mengungkap hal yang sama dan konsepnya tunggal yakni satu komponen dan tidak terdapat jawaban yang benar atau salah, jawaban bersifat gradasi. HJX. Fernandes (1984) menjelaskan, apabila instrumen menggunakan model skala Likert, indeks keterandalannya dapat dihitung dengan koefisien Alpha dari Cronbach. Formulanya sebagaimana yang dikemukakan kembali oleh J. P. Guilford (1954):

n åVi

a = (------ } { 1 - ------ }

n - 1 Vt

di mana,

a = koefisien reliabilitas alpha

åVi = jumlah variansi bagian 1

Vt = variansi total

n = jumlah bagian.

(2) Setelah uji keterandalan tiap faktor selesai dilakukan uji keterandalan instrumen secara keseluruhan (keterandalan sekor gabungan), dengan menggunakan formula dari Mosier (1943) sebagaimana dikemukakan kembali oleh J. P. Guilford (1954) sebagai berikut:

åjs²j - åjs²jrjj

rtt = 1 - --------------------------------

åjs²j + 2åwjwksjskrjk

di mana,

rtt = koefisien keterandalan sekor gabungan

wj = bobot relatif komponen j

wk = bobot relatif komponen k

sj = simpangan baku komponen j

sk = simpangan baku komponen k

rjj = koefisien keterandalan masing-masng

komponen

rjk = koefisien korelasi antara dua

komponen (j dan k) yang berbeda.

Kriteria untuk menentukan keterandalan suatu instrumen adalah, jika suatu instrumen memiliki indeks atau koefisien keterandalan > 0,50 dinyatakan sebagai instrumen yang andal (Ebbel, 1979 dalam Fernandes, 1984, dan Guy, 1981).

Analisis Faktor

Kesahihan konstrak dari suatu instrumen dapat (lebih tepat) diuji dengan teknik analisis faktor. Analisis faktor untuk mengetahui sejauhmana suatu instrumen mengukur sifat dan konstrak teoritik (Ary, Jacobs, dan Razavieh, 1985), atau menguji hipotesis mengenai eksistensi konstrak-konstrak dalam kelompok ubahan (Sumadi Suryabrata, 1982), serta untuk menunjukkan hubungan-hubungan antara nilai tiap-tiap butir dan dapat mengelompokkan butir-butir dimaksud pada faktor tertentu (Kerlinger, 1986). Analisis faktor adalah generic term untuk sejumlah teknik matematik dan statistik yang berbeda tetapi berhubungan, yang dirancang untuk meneliti sifat hubungan-hubungan antar variabel- variabel dalam perangkat (set) tertentu, yang lain dari teknik- teknik yang lain. Masalah dasarnya adalah menentukan apakah variabel-variabel n dalam suatu perangkat menunjukkan pola-pola hubungan satu sama lain, hingga perangkat tersebut dapat dipecah menjadi, katakan, sub-perangkat m, yang masing-masing terdiri dari kelompok variabel yang cenderung untuk lebih berhubungan satu dengan lainnya dalam sub-perangkat daripada dengan variabel- variabel lain dalam sub-perangkat yang lain. Tujuan utama analisis faktor adalah menentukan apakah suatu perangkat variabel dapat digambarkan berdasarkan jumlah dimensi atau faktor yang lebih kecil daripada jumlah variabel, dan menentukan apa dimensi-dimensinya. Dengan kata lain, untuk menunjukkan trait atau karakteristik apa yang dimiliki masing-masing faktor dimaksud (Siswoyo Hardjodipuro, 1988).Konsep dasar analisis faktor berakar pada konsep-konsep dari teori regresi: korelasi parsial dan korelasi ganda. Prosedurnya secara umum ada tiga: (a) komputasi correlation matrix; (b) initial factors ekstraksi faktor awal; (c) rotasi sampai diperoleh hasil akhir yang lebih sederhana dan lebih mudah diinterpretasikan. Langkah lebih lanjut bisa diteruskan dengan perhitungan factor scores (sekor faktor) yang dapat dipakai untuk kepentingan analisis data lebih lanjut dalam penelitian, khususnya untuk kepentingan eksploratori, konfirmatori, atau pengembangan alat ukur yang ditargetkan pada pembuatan indeks baru yang akan diolah pada tahap berikutnya (Sumarno, 1996). Untuk memahami analisis faktor sebagai alat untuk mengungkap order (susunan), pattern (pola), atau regularity (keteraturan) dalam data, terlebih dahulu kita perlu memahami tiga konsep utama: (a) patterned variation (variasi berpola); (b) vector; (c) dimensi Identifikasi instrumen yang dapat menggambarkan suatu konstrak yang diteliti dilakukan melalui: (1) analisis muatan faktor masing-masing butir bagi faktornya; (2) komunalitas butir; (3) eigenvalue; (4) cummulative percent of variance faktor.

Kriteria yang dipergunakan untuk melihat konstrak dari suatu instrumen adalah: (1) butir yang baik, yang substansial yakni yang dapat diterima adalah yang memiliki muatan faktor ³ 0,5 bagi faktornya; (2) komunalitasnya ³ 0,25 (berasal dari kuadrat 0,5; (3) faktornya memiliki eigenvalue > 1; (4) cummulative percent of variance ³ 50 % untuk sejumlah faktornya. Kriteria ini merujuk pada Tabachnick & Fidell (1983) dan Marija J. Norusis (1986).Namun, sebelum keempat kriteria itu ditinjau, perlu dilihat terlebih dahulu hasil uji persyaratan analisis faktor yang mencakup: (1) nilai ukuran sampling adequacy atau KMO. Menurut Kaiser nilai KMO 0,60 dikategorikan cukup, sebab itu dalam analisis kita bisa menggunakan patokan KMO ³ 0,60; (2) nilai Bartlett Test of Sphericity yang menunjukkan identitas matrik. Patokannya, nilai Bartlett Test of Sphericity dinyatakan signifikan jika tingkat signifikansinya ³ 0,05; (3) residu yang > 0,05 tidak melebihi 50 % atau > 50 % (Nurosis, 1986, Kim & Muller 1978).

Daftar Bacaan

* Azwar, Saifuddin. (1986). Seri pengukuran psikologi reliabilitas dan validitas interpretasi dan komputasi. Yogyakarta: Liberty.

* ----------------. (1988). Sikap manusia. Yogyakarta: Liberty.

* Badawi, Ahmad. (1985). Penyusunan dan pembakuan alat pengukur kualitas mengajar mahasiswa fakultas keguruan. Disertasi tidak diterbitkan, FIP IKIP YOGYAKARTA, Yogyakarta.

* Fernandes, H.J.X. (1984). Evaluation of education program. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.

* ---------------. (1984). Testing and measurement. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.

* ---------------. (1984). Attitude measurement in measurement scale. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.

* Guildfold, J.P. (1954). Psychometric methods. New York: McGraw Hill Book Company.

* Guy, L.R. (1981). Educational research. Colombus, Ohio: A Bill & Hawell Company.

* Hadi, Sutrisno. (1991). Analisis butir untuk instrumen angket tes dan skala nilai dengan basica. Yogyakarta: Andi Offset.

* --------------. (1995). Buku manual SPS (seri program statistik) paket midi. Yogyakarta: UGM.

* Hardjodipuro, Siswoyo. (1988). Aplikasi komputer dan analisis multivariat: analisis faktor. Jakarta: Detjen Dikti Depdikbud RI.

* Henerson, Marlene E., et al. (1988). How to measure attitudes. London: Sage Publications Beverly Hills.

* Joan, G. & Cooker, Homer. (1979). Classroom observation keyed effectiveness research. Georgia: Observer Trainning Manual, Correlation.

* Kerlinger, F. N. (1978). Foundation of behavioral research (Asas- asas penelitian behavioral); Pent.: Simatupang, Landung R. & Koesoemanto, H.J. Yogyakarta: Gama University Press.

* Norusis, M.J. (1986). SPSS/PC+. USA: SPSS Inc.

* Shaw, Marvin. & Wrigh, Jack M. (1967). Scale for measurement of attitudes. London: McGraw-Hill Book Company.

* Singarimbun, Masri & Effendi, Sofian. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

* Sumarno. (1996). Analisis faktor: penerapannya dalam SPSS. Handout Kuliah PPs Progdi PEP IKIP Yk. Yogyakata.

* Suryabrata, Sumadi. (1982). Metodologi penelitian analisis kuantitatif. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Doktor UGM.

* Tabachnick, B.G. & Fidell, L.S. (1983). Using multivariat statistics. New York: Harper & Row Publication.

Tidak ada komentar: