GERAKAN BELAJAR SEPANJANG HIDUP DI JEPANG
Latar Belakang Gerakan Belajar Sepanjang Hidup
Bahwa mulai tahun 1960-an dan 1970-an konsep belajar sepanjang hidup diperkenalkan pada bangsa Jepang oleh UNESCO dan OECD. Konsep ini pada tahun 1981 ditindaklanjuti, dan kemudian tahun 1984 Dewan Nasional untuk Reformasi Pendidikan Jepang membentuk sebuah Panitia Ad Hoc untuk masa kerja 1984 - 1987 yang bertugas menjabarkan konsep belajar sepanjang hidup. Dewan Nasional untuk Reformasi Pendidikan Jepang mengajukan sebuah konstrak tentang masyarakat belajar sepanjang hidup dengan 3 alasan utama :
(1) perlunya menjawab tuntutan masyarakat yang berorintasi diploma (ijasah);
(2) perlunya memberi kesempatan belajar dalam rangka merespon perkembangan tuntutan kegiatan belajar yang berorientasi waktu sengggang, dan;
(3) merespon perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi.
Pada alasan pertama (1) bahwa masyarakat belajar sepanjang hidup merupakan suatu solusi untuk mengatasi masyarakat yang berorientasi ijasah atau diploma. Artinya dengan konstrak masyarakat belajar sepanjang hidup orang-orang Jepang menjadi semakin berkurang overenthusiasm-nya terhadap pendidikan formal (sekolah dasar, sekolah menengah, maupun perguruan tinggi) yang dipandang sebagai satu-satunya tempat belajar, sehingga masyarakat berorientasi ijasah (gakureki-shaki), atau belajar hanya berorientasi ijasah menjadi berkurang atau bahkan hilang, sebaliknya mereka belajar untuk kepentingan segala aspek kehidupan dan dalam setiap kesempatan hidup bukan hanya di sekolah tetapi di manapun tempat dan kesempatan adalah wadah belajar, dan apapun aktivitas merupakan aktivitas pembelajaran. Bagi Jepang (Undang-Undang Dasar Pendidikan di Jepang), kegiatan belajar (pendidikan) bertujuan untuk penyempurnaan karakter setiap individu (the purpose of education should be the “completion of character of each individual”).
Alasan kedua (2) mengenai perlunya masyarakat belajar sepanjang hidup adalah memberi kesempatan belajar kepada masyarakat untuk merespon tuntutan kebutuhan kegiatan belajar yang berorientasi waktu senggang (rileks). Artinya penyediaan berbagai jenis kesempatan belajar yang dapat dinikmati oleh rakyat banyak (to expand the supply of various learning opportunities to be enjoyed by people). Hal ini didasarkan atas persepsi bahwa tuntutan kegiatan belajar adalah dalam rangka membentuk atau mengembangkan kedewasaan masyarakat, sehingga mereka dengan sendirinya dapat meningkat pendapatannya, dapat memanfaatkan waktu senggang untuk belajar, meningkatkan sarjana-sarjana di pendidikan tinggi, dan sebagainya. Ternyata, hal itu dengan sendirinya bertujuan untuk meningkatkan mutu hidup dan rasa ingin tahu intelektual. Dan ini telah terbukti.
Alasan ketiga (3) adalah, bahwa masyarakat belajar sepanjang hidup diwujudkan untuk merespon perubahan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi. Hal ini telah disadari oleh bangsa Jepang, bahwa belajar sepanjang hidup adalah menjadi demikian penting dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat supaya dapat hidup (eksis) dalam perubahan masyarakat yang demikian cepat, misal perkembangan iptek, perubahan struktur industri, internasionalisasi ragam dimensi masyarakat, tumbuhnya masyarakat informasi, dan sebagainya.
Pengertian Masyarakat Belajar Sepanjang Hidup
Konstrak masyarakat belajar sepanjang hidup mengandung pengertian: suatu masyarakat dalam mana seseorang dapat dengan bebas memilih ragam kesempatan belajar, kapan saja sepanjang hidupnya, dan hasil belajarnya dihargai secara wajar. Pengertian ini bisa dipahami dalam dua 2 aspek penting :
(1) dimensi vertikal, dan;
(2) dimensi horizontal.
Dimensi vertikal mengandung makna bahwa setiap individu belajar melintasi batas usia, sepanjang hidup manusia, sedangkan dimensi horizontal bermakna bahwa belajar itu menjadi bagian integral dalam semua jenjang dan jenis pendidikan bagi semua individu.
Lifelong Learning Sebagai Master Concept
Di Jepang lifelong learning telah menjadi konsep induk (master concept) yang memiliki skopa luas, yakni pendidikan sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal dan pendidikan informal, pendidikan kejuruan / pendidikan profesi, dan latihan kultural / kegiatan olah raga, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa di Jepang telah terjadi reformasi inovatif bidang pendidikan yaitu semua sistem pendidikan ditransfer ke dalam sistem belajar sepanjang hidup secara komprehensif sebagaimana yang telah diusulkan oleh Dewan Nasional untuk reformasi Pendidikan Jepang, ini pula yang mendasari munculnya konstrak (ide) masyarakat belajar sepanjang hidup.
Belajar sepanjang hidup dikelompokkan menjadi 4 : pendidikan formal, pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan belajar insidental.
Orientasi / Tujuan Belajar Sepanjang Hidup
Bahwa di Jepang, aktivitas belajar tidak hanya terbatas untuk tujuan pengembangan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan pendapatan atau pembebasan kemiskinan. Semua aktivitas dalam keseluruhan kehidupan dapat dipandang sebagai bagian dari belajar sepanjang hidup. Orientasi belajar sepanjang hidup mengarah pada : upaya meningkatkan mutu kehidupan (to improving the quality of daily life); mengisi waktu senggang (filling spare time, leisure activities); memenuhi atau mengembangkan rasa ingin tahu intelektual (meeting intellectual curiosity); pengembangan pikiran yang membudaya dan mengaya (cultured and enriched mind); dan untuk kepuasan hidup sehari-hari. Orientasi yang demikian jumboh dengan sikap bangsa Jepang terhadap pendidikan bahwa:
(1) aktivitas pendidikan dan belajar maupun aktivitas lainnya dipandang bermanfaat untuk perkembangan intelektual dan spiritual serta bernilai tinggi bagi kehidupan praktis (they are generally highly keen on education and learning as well as various other activities for intellectual and spiritual development, and set a high value on such practices);
(2) bangsa Jepang memandang bahwa pendidikan bermanfaat untuk pengembangan spiritual dan pengembangan karakter dari pada sekedar untuk pengetahuan dan skill maupun aspek praktis lainnya (they put more emphasis on such aspects of education as spiritual development and character building than on knowledge and skills or other practical aspects.
Outline Kebijakan / Promosi Belajar sepanjang Hidup
Para pejabat pendidikan Jepang berusaha mensosialisasikan belajar sepanjang hidup dengan beberapa hal :
(1) pengembangan basis promosi belajar sepanjang hidup oleh para pejabat pendidikan dengan
(a) menetapkan Biro Belajar Sepanjang Hidup;
(b) menetapkan seksi-seksi yang relevan pada pejabat pendidikan lokal;
(c) menyusun UU Belajar Sepanjang Hidup yang antara lain menyangkut kewajiban dan peran lembaga pendidikan, menetapkan dewan nasional dan lokal yang mengurusi belajar sepanjang hidup, menetapkan daerah-daerah tertentu untuk melakukan promosi dengan bantuan pajak swasta);
(d) membentuk Dewan Belajar Sepanjang Hidup yang berperan sebagai Dewan Penasihat Menteri Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan;
(e) menyediakan berbagai fasilitas lokal; dan
(f) komputerisasi jaringan informasi
(2) mendorong tuntutan kegiatan belajar yakni usaha meningkatkan minat masyarakat dalam belajar melalui berbagai media, antara lain melalui festival event-event yang relevan, pameran, atraksi, seminar, simposium, konferensi, kampanye, siaran, dan sebagainya;
(3) memperluas penyediaan kesempatan belajar melalui tiga metode yaitu : pejabat pendidikan sebagai supplier menyuplai kesempatan belajar; sebagai promotor ia mengajak sektor lain (perusahaan swasta dan organisasi-organisasi sosial) untuk berpartisipasi, sebagai koordinator ia mengkoordinasi dan menjalin hubungan dengan berbagai tawaran dan supplier
(4) pengembangan sistem penghargaan terhadap hasil kegiatan belajar (pendidikan) nonformal dengan menggunakan pendekatan langsung (direct approach) dan pendekatan tak langsung (indirect approach).
Beberapa Tantangan Ke Depan
Terdapat beberapa tantangan ke depan berkaitan dengan belajar sepanjang hidup di Jepang :
(1) konstruksi masyarakat belajar seumur hidup : mengalahkan masyarakat berorientasi ijasah (diploma), hal ini berkaitan dengan masalah pasar kerja dan indikator kemampuan;
(2) peran sektor publik dalam menyuplai kegiatan belajar berorientasi waktu senggang (rileks);
(3) promosi kegiatan belajar mencakup perubahan sosial.
Sumber Bacaan
Kuntoro, Sodiq A. 2001. Pendidikan Dalam Perspektif Tantangan Bangsa : Kajian Pendidikan Sepanjang Hidup. Yogyakarta : UNY.
Okamoto, Kaoru. 1994. Life Long Learning in Japan, Strategy, Practice and Chalenges. Japan : Ministry of Education, Science dan Culture.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar