Senin, 11 Agustus 2008

pengembangan sistem asesmen pendidikan agama islam

PEMBANGUNAN (PENGEMBANGAN) MANUSIA

Ahmad Rohani HM.*)

Abstrak

Tulisan ini mengedepankan paradigma pembangunan manusia yang dapat memperbesar kesempatan dan spektrum pilihan manusia. Paradigma yang dimaksud setidaknya memiliki 4 karakteristik utama, yaitu equity (pemerataan atau kesetaraan), sustainability (berkelanjutan), productivity (produktivitas) dan pemberdayaan.

Pemerataan adalah suatu kewajaran dan kesamaan dalam pemanfaatan setiap kesempatan. Sustainability (keberlanjutan) adalah esensi paradigma pembangunan manusia dengan memberikan akses yang sama terhadap kesempatan-kesempatan pembangunan, baik sekarang maupun di masa depan. Productivity (produktivitas), maksudnya produktivitas yang optimal melalui investasi dalam pembangunan manusia dan pembangunan makro-ekonomi yang memungkinkan manusia meraih potensi optimalnya. Adapun pemberdayaan merupakan suatu konsep yang komprehensif. Ia memiliki makna bahwa manusia bebas menentukan pilihan-pilihannya sendiri yakni, memberikan kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi aktif dalam setiap ikhtiar pembangunan sekaligus upaya pembelajaran masyarakat (individu) dalam proses pengembangan diri, memberikan kesempatan pada masing-masing anggota / warga masyarakat untuk berkembang sesuai dengan daya kemampuannya.

ABSTRACT

This article explains about the human development paradigm which could enlarge of chance and spectrum options. The meaning paradigm at least has four characteristics namely equity, sustainability, productivity, and eneffortment (advocacy).

The equity is a nature and equation in the advantage of every chances. The sustainability is the essence human development paradigm which can give an access on development chances, either in the present or the future. The meaning of productivity is that productivity which optimally goes through investation in human development and macro-economic development that to make it possible for human to optimalize attained potency. Concerning to eneffortment (advocacy) is a very comprehensive concept. It means that free human to ascertain his options, it’s gives opportunity to human to participate actively in each effort to self development and suddenly as society instructional effort in the process to develop of himseves, giving of chances on each society members for developing that harmonizing with on ability.

Keywords: pembangunan, equity, sustainability, productivity, dan pemberdayaan.

Pendahuluan

Pembangunan (baca: pengembangan) manusia menempatkan manusia pada pusat perhatian dalam usaha pembangunan. Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, laki-laki, perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar pilihan manusia (P. Foreword Streeten, 1995 dalam Mahbub ul Haq, 1995 Reflections on Human Development, New York: Oxford University Press). Perbaikan kondisi dan perluasan pilihan diharapkan dapat memberikan akses yang sama bagi semua orang ke berbagai kesempatan untuk memperbesar pilihan hidup mereka; dapat memberikan suatu kerangka untuk memahami bagaimana sistem ekonomi, sosial, lingkungan dan governance berinteraksi, serta mengkaji trade-offs di antara berbagai subsistem itu; dapat mengoptimalkan produktivitas melalui investasi dalam pembangunan makro-ekonomi menuju peraihan potensinya yang optimal; serta atas dasar itu semua, pemberdayaan manusia menentukan masing-masing pilihannya secara otonom.

Dalam Human Development Report (Laporan Pembangunan Manusia) UNDP tahun 1990 dinyatakan, pembangunan manusia mulai menempati tempat yang utama dalam pembangunan ekonomi. Jika sebelumnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkisar pada seberapa banyak suatu bangsa berproduksi, sejak awal tahun 1990 pertanyaan lebih banyak bergeser ke pertanyaan bagaimana manusia itu hidup ? Alasan pergeseran pertanyaan ini adalah karena sasaran nyata pembangunan mulai dilihat sebagai usaha untuk memperbesar pilihan-pilihan manusia. Tujuan dasar pembangunan ialah memperbesar spektrum pilihan manusia. Pada dasarnya pilihan-pilihan ini tidak terbatas dan senantiasa berubah. Manusia sering menghargai raihan-raihan yang tidak tampak dalam angka-angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi:… Sasaran pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan manusia menikmati kehidupan yang sehat dan kreatif. Untuk ini setiap usaha pembangunan manusia harus didekati dengan paradigma pembangunan (pengembangan) manusia.

Moeljarto Tjokrowinoto (1996) mengatakan bahwa paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan bagi pembangunan nasional, pada waktu lain ia bisa mengalami proses demistifikasi, sementara paradigma-paradigma baru timbul menggantikannya. Melalui proses ini timbullah pergeseran-pergeseran paradigma pembangunan yang merentang dari pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, paradigma neo-ekonomi, paradigma dependensia, sampai paradigma pembangunan manusia (sebagai paradigma mutakhir).

Permasalahannya adalah, paradigma pembangunan manusia yang bagaimana yang dapat memperbesar kesempatan dan spektrum pilihan manusia atau dengan kata lain paradigma pembangunan manusia yang seperti apa yang benar-benar memberikan pusat perhatian pada manusia ?

Karakteristik Paradigma Pembangunan Manusia

Bahwa paradigma pembangunan manusia yang dapat memperbesar kesempatan dan spektrum pilihan manusia setidaknya memiliki 4 karakteristik utama, yaitu equity (pemerataan atau kesetaraan), sustainability (berkelanjutan), productivity (produktivitas) dan pemberdayaan. Setiap karakteristik ini harus dipahami dalam perspektifnya yang benar, karena karakteristik-karakteristik ini yang membedakan paradigma pembangunan manusia dari model-model pertumbuhan ekonomi yang lebih tradisional. (Mahbub ul Haq, 1995).

Equity (pemerataan, kesetaraan) merupakan karakteristik pertama dalam paradigma pembangunan manusia. Yang dimaksud dengan pemerataan adalah suatu kewajaran dan kesamaan dalam pemanfaatan setiap kesempatan. Ini perlu diketengahkan untuk memungkinkan semua manusia, tidak hanya mereka yang berada (the have), tetapi juga mereka yang miskin (the have not), mempunyai akses yang sama ke berbagai kesempatan untuk memperbesar pilihan-pilihan mereka. Pembangunan yang tidak disertai dengan pemerataan berarti pembatasan bagi sejumlah besar manusia dalam masyarakat untuk melakukan pilihan mereka, dan dapat mengurangi hak bagi bagian-bagian besar masyarakat untuk membuat pilihan. Kesetaraan dalam memanfaatkan kesempatan menuntut adanya restrukturisasi mendasar dari kekuasaan. Misal kesempatan politik perlu disamakan melalui perubahan bobot hak suara, perbaikan dana kampanye, serta tindakan-tindakan lain yang membatasi kekuatan politik yang berlebihan dari suatu minoritas. Alhasil, pemerataan merupakan suatu konsep penting dan fundamental yang mendasari paradigma pembangunan manusia.

Dalam Human Development Report (Laporan Pembangunan Manusia) PBB 1996 dinyatakan : bahwa keprihatinan masalah-masalah internasional dalam abad yang akan datang akan berkisar antara perjuangan menuju kesetaraan, kesetaraan antarbangsa, kesetaraan di dalam bangsa masing-masing, kesetaraan antara perempuan dan pria, dan kesetaraan bagi generasi yang akan datang.

Sustainability (keberlanjutan) merupakan karakteristik kedua dari paradigma pembangunan manusia. Istilah lain yang sering digunakan adalah pembangunan manusia yang berkelanjutan atau pembangunan berkelanjutan atau pembangunan manusia. Penyebutan istilah yang berbeda-beda ini tidak begitu penting, yang lebih penting adalah esensi paradigma pembangunan manusia memberikan akses yang sama terhadap kesempatan-kesempatan pembangunan atau pengembangan, baik sekarang maupun di masa depan.

Moeljarto Tjokrowinoto (1996) dengan mensinyalir Cernea (1986) mengatakan, terdapat perbedaan penekanan dalam interpretasi konsep sustainability. Interpretasi yang pertama dari kaum environmentalist yang lebih menekankan perhatian pada efek pembangunan pada world system atau planet bumi kita, dan menghendaki agar interaksi antar manusia dan lingkungannya dalam proses pembangunan memperhatikan keberlanjutan pembangunan dan kelangsungan world system. Interpretasi kedua dari para pakar dalam donor agencies yang menekankan perlunya dalam interaksi antar manusia dan proyek memperhatikan project sustainability. Bahwa konsep keberlanjutan yang dikemukakan kaum environmentalist berawal dari sikap keprihatinan mereka terhadap konsekuensi jangka panjang dari adanya tekanan eksesif terhadap daya dukung alami (natural support system), dan untuk itu pembangunan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui interlinkages (keterkaitan) yang tepat antara alam, aspek sosio-ekonomis, dan kultur. Sementara interpretasi lainnya mengenai pembangunan berkelanjutan lebih didorong oleh adanya kenyataan tingginya mortality rate proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang. Alokasi input yang berkesinambungan tidak menjadikan proyek pembangunan itu berkembang dengan kekuatan sendiri, oleh karenanya pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai the ability of a development project to generate sufficiently a net surplus as input for further development (Cernea; 1986 dalam Moeljarto Tjokrowinoto; 1996).

Dua versi interpretasi sustainable development atau pembangunan berkelanjutan di atas memiliki kesamaan mengenai kualitas untuk tumbuh dengan kekuatan sendiri. Keduanya menyangkut hubungan yang optimal antara input dan output. Perbedaannya adalah terletak pada derajat analisisnya. Interpretasi yang pertama berada pada derajat makro, sementara interpretasi yang kedua ada pada derajat mikro.

Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan yang diterima World Commission on Environment and Development (1987) menyatakan, bahwa generasi sekarang harus memenuhi kebutuhannya tanpa mengorbankan kemampuan generasi-generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Prinsip ini telah diterima secara luas. Terdapat dua konsep penting dalam pembangunan berkelanjutan: (1) konsep kebutuhan, terutama kebutuhan dasar orang-orang miskin yang harus mendapatkan prioritas utama, dan (2) ide batasan yang dipaksakan oleh tingkat perkembangan teknologi dan organisasi sosial atas kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Jadi, pada intinya pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses. Dalam proses ini eksploitasi sumber daya alam, tujuan investasi, orientasi pembangunan teknologi, dan perubahan institusional, semuanya harus berkembangan secara serasi dan memperbesar potensi masa sekarang dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (C.P.E. Luhulima dalam Carunia Mulya Firdausy; 1998).

Karakteristik yang ketiga dari paradigma pembangunan manusia adalah productivity (produktivitas), maksudnya produktivitas yang optimal melalui investasi dalam pembangunan manusia dan pembangunan makro-ekonomi yang memungkinkan manusia meraih potensi optimalnya. Karena itu pertumbuhan ekonomi tetap merupakan aspek penting dalam model pembangunan manusia. Jepang dan Republik Korea (Korea Selatan) merupakan contohnya. Kedua Negara ini dapat berkembang dan maju sebagai pengekspor besi baja dan produk-produknya paling efisien, padahal kedua Negara ini tidak memiliki biji besi atau batu bara. Ini bisa terjadi karena mereka mengadakan investasi ke dalam sumber daya manusianya yang sangat besar. Dalam hal ini produktivitas diperlakukan sebagai satu bagian dari paradigma pembangunan manusia.selain kesetaraan, keberlanjutan, dan pemberdayaan.

Karakteristik yang terakhir adalah pemberdayaan, merupakan suatu konsep yang komprehensif. Ia memiliki makna bahwa manusia bebas menentukan pilihan-pilihannya sendiri. Pemberdayaan (advokasi) berarti memberikan kesempatan individu untuk berpartisipasi aktif dalam setiap ikhtiar pembangunan sekaligus upaya pembelajaran masyarakat (individu) dalam proses pengembangan diri, memberikan kesempatan pada masing-masing anggota / warga masyarakat untuk berkembang sesuai dengan daya kemampuannya. Pemberdayaan juga berarti desentralisasi kekuasaan sehingga governance yang sebenarnya dimiliki oleh setiap warga dalam kadar yang sama. Semua anggota masyarakat, masyarakat madani (sebagian ahli menyebut masyarakat tamaddun), termasuk LSM, ikut-serta secara penuh dalam membuat dan melaksanakan putusan-putusan yang diambil. Dalam makna politisnya, pemberdayaan berarti bahwa negara memberikan kemungkinan terhadap warganya menentukan sendiri putusan-putusan tentang hidupnya, secara demokratis, tanpa paksaan dari luar. Secara ekonomis, pemberdayaan memungkinkan sistem ekonomi terbuka, yang memungkinkan warganya membuat pilihan-pilihan bebas dengan pengendalian dan peraturan-peraturan yang seperlunya.

Pendek kata, pemberdayaan adalah suatu perluasan pilihan manusia yang partisipatif dan pemekaran kehidupannya secara penuh. Paradigma pembangunan manusia perlu memusatkan perhatian pada pembangunan manusia oleh manusia, oleh karena ia bertujuan untuk memberdayakan manusia sepenuhnya.

Konsep Pemberdayaan dan Teori Kritis

Konsep pemberdayaan atau advokasi sebagaimana diuraikan di atas sejalan dengan Teori Kritis yang dimotori oleh Frankfurt School (Jerman) yang berbasis Marx dan Hegel, yang jauh sebelumnya telah mengembangkan tesis advokasi dan emansipatori (= kesetaraan). Teori kritis sebagaimana dinyatakan Horkheimer ingin memberdayakan manusia dari keadaan penderitaan dan keburukan melalui perlawanan terhadap perbudakan dan penindasan sebab mereka (individu-individu jaman ini) bukanlah kepribadian-kepribadian yang mendongak kaum terkemuka sebagaimana lazimnya (Sindhunata; 1983). Pemberdayaan berarti penyadaran diri untuk membangun dirinya sendiri, mengembangkan diri menjadi pribadi yang bermartabat. Dan, pembangunan adalah proses emansipasi daripada modernisasi (W.F. Wertheim; 1974 dalam Sindhunata; 1983) yaitu pembebasan dari kealamiahan manusia maupun rintangan yang dibuat manusia sendiri. Hal ini sejalan dengan tujuan Teori Kritis yakni memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari masyarakat irrasional dan dengan demikian memberikan pula kesadaran untuk pembangunan masyarakat rasional tempat manusia dapat memuaskan semua kebutuhan dan kemampuannya. Teori Kritis memiliki minat praktis untuk memperbaiki keberadaan manusia secara radikal, membantu perkembangan tipe kesadaran diri dan memahami kehidupan sosial dan politik sehingga umat manusia dapat menyadari sebagai subjek yang sadar danaktif (berdaya) menentukan pandangan hidupnya (Richard J. Bernstein; 1979).

Ciri penting lain dari Teori Kritis, selain pemberdayaan dan emansipatori adalah penyatuan antara teori dan praxis, ini berlawanan dengan Teori Tradisional (Cartenian). Pengembangan teori dan praxis ini telah banyak dikembangkan oleh LSM-LSM dengan mengacu pada metodologi action research, sebuah metodologi penelitian yang tengah berkembang tetapi belum mendapatkan tempat yang wajar dalam dunia kampus (akademik) dengan alasan bobot akademik (ilmiah)nya rendah, tetapi sesungguhnya ia memiliki keunggulan praktis dan pragmatis sekaligus secara instant segera dapat memperbaiki (memberdayakan) keadaan.

Henry Giroux and Aronowitz (1985) dalam O’neil (1981) membagi ideologi pendidikan menjadi tiga: Konservatif, Liberal, dan Kritis (Anarkisme). Dua yang pertama tidak penulis uraikan di sini, dan hanya yang ketiga yakni Teori Kritis yang penulis uraikan. Mereka menjelaskan, dalam bidang pendidikan Teori Kritis memandang, pendidikan merupakan arena perjuangan politik guna mencapai perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada. Kelas dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula dalamn dunia pendidikan. Bahwa urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap the dominant ideology ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan serta melakukan dekonstruksi dan advokasi (pemberdayaan) menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersikap objektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme. Dalam perspektif kritis, pendidikan, juga pembangunan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Jadi, tugas utama pendidikan (pembangunan, pengembangan) adalah memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil (Mansoer Fakih; 2001). Pendidikan harus menekankan pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam sebuah latar belakang sosial yang waras dan humanistik sebagai salah satu ciri penting dalam Anarkisme (Teori Kritis) pendidikan.

Sejalan dengan Mapping ideologi pendidikan yang dikemukakan oleh Henry Giroux and Aronowitz (1985) di atas, Paulo Freire (1970) dalam O’neil (1981) telah menganalisis tentang kesadaran ideologi masyarakat menjadi 3: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif (naival consciousness), dan kesadaran kritis (critical consciousness).

Kesadaran magis (Giraoux & Aronowitz mengidentifikasi sebagai aliran Konservatif) adalah tingkat kesadaran yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Misal masyarakat miskin tidak mampu melihat kemiskinnan mereka dengan sistem politik dan kebudayaan. Mereka lebih melihat faktor luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai pnyebab dan ketidakberdayaan.

Kesadaran naif (Liberalisme, menurut identifikasi Giraux & Aronowitz). Keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini masalah etika, kreativitas, kebutuhan berprestasi, dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi dalam menganalisis mengapa suatu masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan oleh salah masyarakat sendiri yakni mereka malas, tidak memiliki jiwa kewiraswastaan, atau tak memiliki budaya membangun, dan seterusnya. Oleh karena itu man power development adalah sesuatu yang diharapkan akan menjadi pemicu perubahan. Pendidikan dalam konteks ini tidak mempertanyakan sistem dan struktur karena dianggap sudah baik dan benar, merupakan faktor given karenanya tidak perlu dipertanyakan. Tugas pendidikan (pembangunan) adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar individu bisa masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.

Kesadaran kritis (termasuk Teori Kritis). Kesadaran ini melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan sistem menghindari blaming the victims dan lebih menganalisis untuk secara kritis menyadari struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya serta akibatnya pada keadaan masyarakat. Paradigma kritis dalam pendidikan (pembangunan) adalah melatih individu untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas kita adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar individu terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik. Pendidikan dan pelatihan kritis tidak saja ingin membebaskan dan mentransformasikan pendidikan dengan struktur di luarnya, tetapi juga bercita-cita mentransformasikan relasi knowledge / power dan dominasi hubungan yang mendidik dan yang terdidik di dalam diri pendidikan sendiri.

Penutup

Paradigma pembangunan manusia setidaknya harus memiliki 4 karakteristik utama, yaitu equity, sustainability, productivity, dan pemberdayaan. Keempat karakteristik ini jika diletakkan dalam perspektifnya secara benar diyakini mampu memperbesar kesempatan dan spektrum pilihan manusia.

Memasuki abad 21 sekarang ini dunia internasional tengah berjuang menuju kesetaraan, kesetaraan antarbangsa, kesetaraan di dalam bangsa masing-masing, kesetaraan antara perempuan dan pria, dan kesetaraan bagi generasi yang akan datang. Pemerataan atau kesetaraan merupakan karakteristik penting dalam paradigma pembangunan manusia. Pembangunan yang tidak disertai dengan pemerataan berarti pembatasan bagi sejumlah besar manusia dalam masyarakat untuk melakukan pilihan mereka, dan dapat mengurangi hak bagi bagian-bagian besar masyarakat untuk membuat pilihan. Jalan untuk mewujudkan pemerataan adalah melalui restrukturisasi mendasar dari kekuasaan.

Karakteristik penting lainnya adalah sustainability development atau pembangunan berkelanjutan suatu kualitas untuk tumbuh dengan kekuatan sendiri baik menyangkut hubungan yang optimal antara input dan output maupun pada derajat makro dan derajat mikronya. Prinsipnya, generasi sekarang harus dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengorbankan kemampuan generasi-generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Prinsip ini mengandung dua konsep penting yakni kebutuhan dan batasan.

Karakteristik selanjutnya adalah produktivitas dan pemberdayaan. Produktivitas yang diharapkan adalah produktivitas yang optimal melalui investasi dalam pembangunan manusia dan pembangunan makro-ekonomi yang memungkinkan manusia meraih potensi optimalnya. Adapun pemberdayaan memiliki konotasi bahwa individu bebas menentukan pilihan-pilihannya sendiri dan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam setiap ikhtiar pembangunan sekaligus upaya pembelajaran masyarakat (individu) dalam proses pengembangan diri, memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan daya kemampuannya, dalam suasana politik yang bebas, kemandirian, desentralistik, dan demokratis serta dalam suasana ekonomi yang terbuka..

Risalah Teori Kritis mengajarkan, pemberdayaan dalam paradigma pembangunan manusia adalah pemberdayaan yang dapat menyentuh pada tataran kesadaran dan kebebasan individu (warga masyarakat) untuk berbuat guna membangun dirinya sendiri memperbaiki keadaan dari segala penderitaan dan keburukan dengan melawan segala bentuk penindasan, perbudakan, dan ketidak-adilan. Metodologi perbaikan (pembangunan, pengembangan) yang relevan adalah action research yang menyatukan antara teori dan praxis. Selain itu ditempuh pula dengan ikhtiar pendidikan dan pelatihan yang dapat menciptakan ruang dan kesempatan bagi individu agar dapat terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Daftar Bacaan

Bernstein, Richard J. (1979). The Reconstructuring of social and political theory. London: Methuen & Co Ltd.

Firdausy, Carunia Mulya. (1998). Dimensi manusia dalam pembangunan berkelanjutan. Jakarta: LIPI.

Human Development Report. 1990 – 1997. New York: UNDP.

Kuntoro, Sodiq A. (1994). Action research: metode pengembangan dan partisipasi. Yogyakarta: Cakrawala Pendidikan Nomor 2 Tahun XIII.

Mahbub ul Haq. (1995). Reflections on human development. New York: Oxford University Press.

O’neil, William F. (1981). Educational ideologies: contemporary expressions of educational philosophies. California: Goodyear Publishing Company, Inc. Edisi Indonesia: Ideologi-ideologi pendidikan (2001). Penterjemah: Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sindhunata. (1983). Dilema usaha manusia rasional. Jakarta: PT. Gramedia.

Tjokrowinoto, Moeljarto. (1996). Pembangunan dilema dan tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Turner, Jonathan H. (1986). The structure of sociological theory. Chicago: The Dorsey Press.

Tidak ada komentar: