KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
DAN PENILAIAN BERBASIS KELAS (PBK)[1]
Ahmad Rohani HM.[2]
A. Pengertian KBK
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui program remedial, pemantapan, dan pengayaan. Wahana pencapaian tersebut diwujudkan dalam 9 bahan kajian dengan mempertimbangkan keseimbangan etika, estetika, logika, dan kinestetika.
Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik.
KBK dilaksanakan dengan mengacu pada standar kompetensi. Standar Kompetensi merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan secara nasional dan diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. Standar harus dapat diukur dan diamati untuk memudahkan pengambilan keputusan bagi guru, tenaga kependidikan lain, peserta didik, orang tua, dan penentu kebijaksanaan. Standar bermanfaat sebagai dasar penilaian dan pemantauan proses kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Standar kompetensi meliputi Standar Kompetensi Lintas Kurikulum, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi Bahan Kajian, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran per satuan pendidikan.
Menurut Diknas, Standar Kompetensi dibagankan sebagai berikut.
SD dan MI | SMP dan MTs | SMA dan MA | |||||||||||
I | II | III | IV | V | VI | VII | VIII | IX | IA IA IS IS Bhs Bhs NPPS NPPS | XI | XII | ||
Keterangan:
IA : Ilmu-ilmu Alam
IS : Ilmu-ilmu Sosial
Bhs : Bahasa
NPPS : Non Pengkhususan Program Studi
B. Struktur Kurikulum
1. Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal
Penyelenggaraan Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal difokuskan pada peletakan dasar-dasar pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Taman Kanak-kanak bukan merupakan jenjang yang diprasyaratkan untuk memasuki pendidikan di Sekolah Dasar. Penyelenggaraan Taman Kanak-kanak secara khusus bertujuan untuk memantapkan perkembangan fisik, emosi, dan sosial untuk siap mengikuti pendidikan berikutnya.
Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal merupakan pendidikan prasekolah yang bukan menjadi persyaratan untuk memasuki pendidikan di Sekolah Dasar, Struktur kurikulum di Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal disebut dengan Program Kegiatan Belajar yang mencakup 3 (tiga) bidang pengembangan.
Menurut Diknas, jenis program kegiatan belajar serta alokasi waktunya adalah sebagai berikut ini.
PROGRAM KEGIATAN BELAJAR
TAMAN KANAK-KANAK DAN RAUDHATUL ATHFAL
PROGRAM KEGIATAN BELAJAR | ALOKASI WAKTU |
1. Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama | |
2. Pengembangan Sosial dan Emosional | 15 jam |
3. Pengembangan Kemampuan Dasar | |
Alokasi Waktu per Minggu | 15 jam (900 menit) |
Ketentuan untuk Taman Kanak-kanak
1) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu dan jam belajar efektif per hari adalah 2,5 jam (150 menit).
2) Pengelolaan kegiatan belajar ketiga jenis bidang pengembangan diserahkan sepenuhnya kepada penyelenggara Taman Kanak-kanak.
3) Program Kegiatan Belajar dalam rangka Pengembangan Kemampuan Dasar meliputi antara lain pengembangan berbahasa, kognitif, fisik, dan akademik.
2. Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
Penyelenggaraan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Penyelenggaraan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah secara khusus bertujuan untuk:
§ Menanamkam dasar-dasar perilaku berbudi pekerti dan berakhlak mulia.
§ Menumbuhkan dasar-dasar kemahiran membaca, menulis, dan berhitung.
§ Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
§ Menumbuhkan sikap toleran, tanggung jawab, kemandirian, dan kecakapan emosional.
§ Memberikan dasar-dasar keterampilan hidup, kewirausahaan, dan etos kerja.
§ Membentuk rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.
Struktur kurikulum untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah memuat jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terinci dalam tabel berikut ini.
STRUKTUR KURIKULUM
SEKOLAH DASAR & MADRASAH IBTIDAIYAH
MATA PELAJARAN | ALOKASI WAKTU | |
Kelas I & II | Kelas III - VI | |
1. Pendidikan Agama | | 3 |
2. Bahasa Indonesia | | 6 |
3. Matematika | | 6 |
4. Sains | 27 jam | 4 |
5. Pengetahuan Sosial | | 5 |
6. Kerajinan Tangan dan Kesenian | | 4 |
7. Pendidikan Jasmani | | 3 |
Jumlah | 27 | 31 |
Ketentuan untuk Kelas I dan II
1) Alokasi waktu total yang disediakan adalah 27 jam pelajaran per minggu. Daerah atau sekolah dapat menambah mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sebagai muatan lokal. Jumlah jam yang disediakan maksimal sebanyak 4 jam pelajaran.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 35 menit.
3) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu dan jam sekolah efektif per minggu adalah 1085 menit atau 18 jam dinding, jumlah jam belajar per tahun adalah 36.890 menit atau 615 jam dinding.
4) Alokasi waktu sebanyak 27 jam pelajaran pada dasarnya dapat diatur dengan komposisi: (a) 20% untuk Agama; (b) 50% untuk Membaca dan Menulis Permulaan serta Berhitung; dan (c) 30% untuk Sains, Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, dan Pendidikan Jasmani.
5) Pendekatan tematik digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang bermakna dan pengelolaan waktunya ditetapkan sekolah.
6) Pemilihan tema-tema tersebut dilakukan secara bervariasi.
7) Penekanan mata pelajaran Bahasa Indonesia pada aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan.
8) Penekanan mata pelajaran Matematika pada aspek kemampuan Berhitung.
9) Penekanan mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian menekankan pada kemampuan menggambar, menganyam, membuat mozaik, dan membuat model, musik dan menyanyi dengan menggunakan alat yang sesuai. Sekolah dapat melaksanakan tari dan drama sesuai dengan kemampuannya.
10) Penekanan Pendidikan Jasmani pada kegiatan olahraga sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dan
11) Sekolah dapat mengenalkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan kemampuannya.
Ketentuan untuk Kelas III, IV, V, dan VI
1) Alokasi waktu total yang disediakan adalah 31 jam pelajaran per minggu. Daerah atau sekolah dapat menambah mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sebagai muatan lokal. Jumlah jam yang disediakan maksimal sebanyak 4 jam pelajaran.
2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 40 menit.
3) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu, dan jam sekolah efektif per minggu adalah 1400 menit atau 24 jam dinding, jumlah jam belajar per tahun adalah 42.160 menit atau 703 jam dinding.
4) Sekolah dapat mengalokasikan waktu untuk melaksanakan kegiatan sekolah seperti kunjungan perpustakaan, olahraga, bakti sosial, dan sejenisnya.
5) Mulai dari Kelas III menggunakan pendekatan mata pelajaran tunggal sesuai dengan jenis mata pelajaran dalam struktur kurikulum.
6) Penekanan mata pelajaran Bahasa Indonesia pada aspek yang meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulis.
7) Penekanan mata pelajaran Matematika pada aspek kemampuan Berhitung.
8) Penekanan mata pelajaran Sains pada aspek kerja dan sikap ilmiah serta penguasaan konsep sains.
9) Penekanan mata pelajaran Pengetahuan Sosial pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan.
10) Penekanan mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian yaitu pada kemampuan menggambar, menganyam, membuat mozaik, membuat model dan menyanyi dengan menggunakan alat yang sesuai. Sekolah dapat melaksanakan tari dan drama sesuai dengan kemampuannya.
11) Penekanan Pendidikan Jasmani yaitu pada kegiatan olahraga yang sesuai dengan kebutuhan dan tersedia alat pendukungnya.
12) Sekolah dapat memberikan mata pelajaran Bahasa Inggris mulai kelas IV sesuai dengan kemampuan. Penekanan Bahasa Inggris diarahkan pada pengembangan minat belajar bahasa asing dan bukan merupakan mata pelajaran prasyarat.
13) Sekolah dapat mengenalkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai kemampuan.
C. Kegiatan Pembelajaran dalam KBK
Pendidikan nasional sepaham dengan visi pendidikan Unesco. Artinya bahwa pembelajaran itu mengarahkan anak didik untuk : (1) Learning to know (belajar berpikir); (2) Learning to do (belajar untuk berbuat); (3) Learning to be (belajar menjadi diri sendiri); (4) Learning to live together (belajar hidup bersama).
Pelaksanaan KBK harus memperhatikan hal-hal berikut: (1) Bahasa pengantar adalah bahasan Indonesia, bahaa daerah dan bahasa asing dapat digunakan; (2) Kegiatan intrakurikuler selama 1 tahun pelajaran efektif antara 200-240 hari; (3) Hari efektif belajar dalam satu tahun pelajaran dilaksanakan dengan menggunakan sistem semester (satu tahun pelajaran terdiri atas dua kelompok penyelenggaraan pendidikan) yang masing-masing terdiri atas 34 minggu; (4) Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk memenuhi tuntutan penguasaan bahan kajian dan pelajaran dengan alokasi waktu yang diatur secara tersendiri berdasarkan pada kebutuhan. Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler atau kunjungan studi ke tempat-tempat tertentu yang berkaitan dengan esensi materi pelajaran tertentu; (5) Sekolah perlu memberikan perlakuan khusus bagi peserta didik yang mendapat kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang cemerlang diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya yang di atas rata-rata dengan melalui kegiatan pengayaan. Kedua program itu dilakukan oleh sekolah karena sekolah lebih mengetahui dan memahami pencapaian kemajuan masing-masing peserta didiknya. Akselerasi belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyelesaikan kompetensi dasar lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi belajar tidak sama dengan “loncat kelas” sebab dalam akselerasi belajar setiap peserta didik tetap harus mempelajari dan/atau menguasasi seluruh kompetensi dasar yang semestinya dipelajari (belajar tuntas); 6) Bimbingan dan Konseling: Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier. Selain guru pembimbing, guru mata pelajaran diperkenankan memfungsikan diri sebagai guru pembimbing dengan syarat memenuhi kriteria pelayanan bimbingan dan karier. Oleh karena itu, guru mata pelajaran harus senantiasa berdiskusi dan berkoordinasi dengan guru Bimbingan dan Konseling secara rutin dan berkesinambungan; (7) Nilai-nilai Pancasila: Nilai-nilai Pancasila ditanamkan melalui berbagai kegiatan sekolah. Waktu dan cara untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila diatur oleh sekolah. Penanaman nilai-nilai Pancasila mengacu kepada Kompetensi Pengamalan Nilai-nilai Pancasila yang disediakan oleh Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional; (8) Budi Pekerti: Budi Pekerti bukan merupakan mata pelajaran tetapi lebih merupakan program pendidikan untuk menciptakan kondisi atau suasana kondusif bagi penerapan nilai-nilai budi pekerti. Pendidikan Budi Pekerti dilaksanakan setiap saat selama kurun waktu berlangsungnya kegiatan pembelajaran di dalam kelas atau kegiatan-kegiatan sehari-hari lainnya di lingkungan sekolah dengan melibatkan seluruh masyarakat sekolah (school society). Kompetensi Budi Pekerti dapat mengacu pada rumusan yang disediakan oleh Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional; (9) Tenaga Kependidikan: Guru yang mengajar di sekolah menengah adalah guru mata pelajaran yang mempunyai kualifikasi kompetensi mengajar mata pelajaran. Kompetensi tersebut perlu disertifikasi secara periodik oleh lembaga yang ditugaskan untuk melakukan sertifikasi.
D. Penilaian Berbasis Kelas
Pada hakikatnya, penilaian[3] merupakan kegiatan pengambilan keputusan. Sebelum penilaian diprasyarati pengukuran yaitu suatu kegiatan untuk pengumpulan informasi (data) mengenai sesuatu, dalam hal ini kinerja atau prestasi belajar siswa. Dalam pengukuran dibutuhkan teknik atau alat ukur, misalnya tes atau nontes guna mencari bukti-bukti kinerja iswa atau pencapaian hasil belajar siswa. Dari hasil pengukuran (data yang berupa respons siswa) dilakukan penyekoran, dan selanjutnya dilakukan penafsiran atau pemaknaan, dan pada akhirnya diambillah kesimpulan atau keputusan mengenai sesuatu yang relevan. Yang terakhir inilah yang disebut penilaian.
Penilaian Berbasis Kelas (disingkat PBK) merupakan kegiatan pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang ditetapkan. PBK bersifat internal, yaitu hanya dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Penilaian tersebut juga merupakan bagian dari kegiatan belajar mengajar sebagai masukan bagi peningkatan mutu hasil belajar. PBK memberikan kewenangan pada sekolah untuk menentukan kriteria keberhasilan, cara, dan jenis penilaian. PBK merupakan salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. PBK dilakukan untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai bentuk dan model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan berkesinambungan.
Dalam PBK, penilaian dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar. Oleh karenanya disebut PBK, dilakukan dengan:
1. pengumpulan kerja siswa (portofolio)[4],
2. hasil karya (produk)[5],
3. penugasan (proyek)[6],
4. kinerja, unjuk kerja (performance)[7], dan
5. tes tertulis (paper and pensil)[8].
Kegunaan PBK adalah untuk:
- Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
- Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.
- Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
- Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
- Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.
Bila informasi tentang hasil belajar siswa telah terkumpul dalam jumlah yang memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi siswa:
• apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran seperti yang telah ditetapkan?
• apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?
• apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?
• apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman?
• apakah siswa perlu menerima pengayaan? Pengayaan apa yang perlu diberikan?
• apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?
PBK menganut prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut.
· Berorientasi pada kompetensi
Penilaian mengacu pada kompetensi yang dimuat dalam kurikulum. Semua kompetensi yang ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik mendapat peluang yang sama untuk dinilai.
· Mengacu pada patokan
Penilaian mengacu pada hasil belajar sebagai kriteria ditetapkan (criterion reference assessment). Sekolah menetapkan kriteria sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
· Ketuntasan belajar
Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut. Sekolah dapat menetapkan tingkat ketuntasan belajar sesuai kondisi dan kebutuhan.
· Menggunakan berbagai cara
Pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Tes maupun non-tes dipergunakan untuk pengumpulan informasi.
· Valid, adil, terbuka, dan berkesinambungan
Penilaian memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar peserta didik, adil terhadap semua peserta didik, terbuka bagi semua pihak, dan dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
[1] Dipresentasikan dalam Penataran “Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi” pada Para Guru SDI Terpadu Harapan Bunda.
[2] Staf Pengajar FAI Unissula Semarang, sedang menyelesaikan Program Doktor Prodi Metodologi Evaluasi di PPs UNY.
[3] Umumnya digunakan sebagai terjemahan dari assessment. Penilaian sering disamaartikan dengan evaluasi (evaluation). Padahal, evaluasi bukan hanya penilaian. Evaluasi merupakan kegiatan yang lebih luas artinya kegiatan yang meliputi mengukur dan menilai. Sekedar mempermudah pembahasan, makalah ini tidak mempersoalkan perbedaan makna penilaian dan evaluasi.
[4] Portofolio didefinisikan oleh Ford dan Larkin sebagai sampel dari karya-karya jadi yang dipilih oleh siswa bagi keperluan penilaian hasil belajar (Belanof dan Dickson, 1991:155). Enid Zimmerman (1992:17) mendefinisikan portofolio secara lebih komprehensif dan terinci sebagai koleksi tertentu dari karya-karya siswa baik dalam bentuk karya proses maupun karya jadi, dalam berbagai bidang, di mana siswa terlibat dalam melaksanakan penilaian terhadap dirinya sendiri yakni dalam memilih isi portofolionya dan dalam mengembangkan kriteria untuk menilai perkembangan dan hasil belajarnya. Kumpulan karya siswa yang tersusun pada portofolio biasanya dihasilkan selama waktu satu semester, satu tahun, atau bahkan tiga tahun (misalnya selama siswa belajar di sekolah lanjutan). Ada pula portofolio yang hanya meliputi karya-karya yang diciptakan dalam waktu yang relatif singkat misalnya berkisar 4 hingga 6 minggu. Donna Kay Beattie (1994:14) menyebut portofolio semacam ini sebagai "portfolio-mini."
Selain sebagai salah satu bentuk laporan kinerja siswa, portofolio dapat berfungsi juga sebagai alat penilaian. Ranah kognitif juga dapat diukur menggunakan portfolio. Penilaian portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya siswa berkaitan dengan mata pelajaran tertentu. Semua tugas yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di akhir satu unit program pembelajaran diberikan penilaian. Dalam menilai dilakukan diskusi antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya di bahas. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang, atau mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode pengukuran dengan melibatkan siswa (diseyogyakan juga orang tua siswa) untuk menilai kemajuannya berkaitan dengan mata pelajaran terkait (D.D. Pranowo, 2003).
Kegiatan penilaian portofolio berkisar pada: (1) pemberian umpan-balik kepada siswa dalam rangka pengembangan portofolionya; (2) penilaian yang bersifat membandingkan kualitas portofolio antara seorang siswa dengan siswa lainnya; (3) penilaian yang dimaksudkan, untuk menentukan tingkat prestasi siswa dengan membandingkan antara portofolio yang dihasilkannya dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya; serta (4) penilaian atas kemajuan siswa dengan membandingkan antara keadaan siswa pada masa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung.
Menurut Sofyan Salam (2001) dalam Pranowo (2003), penilaian portofolio dilakukan melalui 3 tahap: orientasi, penilaian formatif, dan penilaian sumatif.
[5] Penilaian berdasar hasil yang dibuat oleh siswa, biasanya dalam teknologi dan seni, atau keterampilan. Fokusnya pada proses produksi atau kualitas produk. Fase menghasilkan produk melalui persiapan, produksi, dan penilaian.
[6] Penilaian beberapa karya siswa dalam satu kurun waktu tertentu. Siswa melakukan investigasi melalui pengumpulan, pengorganisasian, evaluasi dan presentasi.
[7] Dilakukan ketika siswa terlibat dalam suatu kegiatan, menyangkut unjuk kerja, perilaku atau interaksi siswa dalam suatu lingkungan atau tempat tertentu. Unjuk kerja dapat dinilai secara holistik, atau secara parsial (analitik)
[8] Penilaian ini umumnya masih digunakan oleh sekolah-sekolah secara konvensional. Padahal, tes tertulis (kertas-pulpen) dewasa ini sudah dilakukan secara lebih maju lagi dengan melibatkan teknologi komputer. Masih sedikit sekolah yang mengembangkan penilaian model ini dengan melibatkan teknologi modern. Yang konvensional pun, hingga kini masih dilakukan tidak profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar