PENELITIAN
DENGAN LOGICO-HYPOTHETICO-VERIFIKASI[1]
Ahmad Rohani HM.[2]
ABSTRAK
Penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Yang dimaksud data dalam penelitian, apa saja, segala hal yang relevan dengan kebutuhan penelitian, baik itu berupa informasi tertulis semisal jawaban angket atau tes, keterangan responden penelitian, fakta sejarah, dan sebagainya. Data penelitian harus baik cirinya antara lain objektif, valid, reliabel yang hanya diperoleh dengan alat pengumpulan data yang baik pula. Sebagai kegiatan ilmiah, penelitian harus melibatkan metode ilmiah yaitu cara-cara khusus dalam menyelidiki atau memecahkan masalah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir. Setiap metode ilmiah, merupakan gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik). Metode ilmiah itu sendiri dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi, secara iteratif. Penelitian dengan logika verifikasi hipotesis umumnya penelitian yang menggunakan paradigma positivisme, dan kebanyakan digunakan dalam penelitian-penelitian kuantitatif. Sementara itu, secara umum, tujuan penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu. Berdasarkan ketiga pengelompokkan tujuan penelitian ini, implikasinya adalah setiap temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian harus dapat digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan yang dimaksud. Perumusan tujuan penelitian harus relevan dengan rumuman permasalahan penelitian.
KATA-KATA KUNCI : PENELITIAN, DATA, METODE ILMIAH, HIPOTESIS,
STATISTIK INFERENSIAL.
PENDAHULUAN
Penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian ini, terdapat 3 hal pokok yang perlu dijelaskan yaitu: data, metode ilmiah, dan tujuan tertentu kesemuanya dalam konteks penelitian. Ketiga hal inilah yang dibahas dalam uraian berikut. Selanjutnya diibahas agak mendalam mengenai logico-hypothetico-verifikasi yang merupakan logika berfikir dalam penelitian kuantitatif positivistik. Sebagai catatan, dalam bahasan berikut uraian lebih difokuskan pada penelitian kuantitatif dalam perspektif positivistik yang lazim dilakukan dalam penelitian-penelitian kealaman maupun penelitian-penelitian behavioral yang umumnya menggunakan paradigma positivistik.
DATA PENELITIAN
Hakikat penelitian adalah pemerolehan data yang dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, apakah wawancara, angket, pengamatan, dan lain-lain. Yang dimaksud data dalam penelitian, apa saja, segala hal yang relevan dengan kebutuhan penelitian, baik itu berupa informasi tertulis semisal jawaban angket atau tes, keterangan responden penelitian, fakta sejarah, dan sebagainya. Karena kegiatan penelitian itu sebagai kegiatan ilmiah, maka data yang dimaksud haruslah data yang baik. Data yang baik itu memiliki sifat-sifat umum, antara lain: objektif, valid, reliabel, serta sifat-sifat lain yang bersifat khusus terkait dengan kualifikasi sesuatu teknik atau alat pengumpulan data. Jika alat pengumpul data itu tes misalnya, maka tes sebagai instrumen pengumpul data harus memiliki kualifikasi tertentu sebagai tes yang baik.
Bahwa sifat umum data penelitian harus objektif, artinya data penelitian yang diperoleh dan disajikan memiliki tafsiran yang sama bagi siapa saja yang yang berkepentingan dengan data dimaksud. Tafsiran yang sama ini umumnya terjadi dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif sering terjadi tafsiran (pemaknaan) data yang subjektif. Antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif memang umumnya berbeda paradigma dan perspektifnya, sekalipun dalam perkembangan kemudian telah ada upaya untuk memergerkan di antara keduanya, tetapi hingga saat ini belum tercapai kata sepakat bentuk merger dimaksud[3].
Sifat umum lain dari data penelitian adalah valid (shahih, cermat)[4], dengan pengertian bahwa adanya ketepatan antara data yang terkumpul dengan data pada objek yang sesungguhnya terjadi[5]. Kenyataan sering terjadi, terutama di kalangan peneliti pemula, terlebih lagi para mahasiswa, bahwa ketika melakukan kegiatan penelitian, mereka mengumpulkan sejumlah data yang tidak tepat, tidak relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian[6]. Kejadian yang demikian berarti mubadzir alias muspro. Dalam kasus yang demikian, muncul istilah teknis yang berupa data primer dan data sekunder. Ketika ditanyakan kepada mereka yang dimaksud data primer sebagai data pokok (terkait langsung dengan masalah penelitian) sedangkan data sekunder adalah data penunjang, pelengkap (umumnya tak terkait dengan permasalahan penelitian). Dalam hal data yang kedua inilah yang justru membebani dan mengaburkan kegiatan penelitian itu sendiri[7]. Struktur organisasi sekolah, prasarana dan sarana sekolah, dan sejenisnya adalah contoh data yang seringkali tidak relevan tetapi dikumpulkan dengan susah-payah oleh peneliti pemula, mahasiswa. Data yang demikian adalah contoh data yang tidak valid[8].
Sifat umum ketiga dari data adalah reliabel yaitu konsisten dalam arti data yang diperoleh untuk kepentingan penelitian itu seandainya dilakukan recheck berkali-kali perolehan datanya akan relatif sama. Reliabilitas data penelitian sangat tergantung pada alat atau instrumen pengumpul data. Jika instrumennya memenuhi kualifikasi sebagai alat ukur yang baik, maka data yang terkumpul pun akan reliabel[9].
METODE ILMIAH DALAM PENELITIAN
Sebagaimana didefinisikan di atas, penelitian adalah kegiatan memperoleh data dengan menggunakan metode ilmiah guna mencapai tujuan tertentu. Definisi ini mengandung maksud bahwa kegiatan penelitian adalah kegiatan ilmiah, setidaknya karena ia secara metodologik melibatkan metode ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara-cara khusus dalam menyelidiki atau memecahkan masalah[10]. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir[11]. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Kegiatan berfikir yang prosedural untuk mendapatkan pengetahuan yang benar itu diperlukan cara-cara tertentu, dalam hal ini adalah cara berfikir deduktif dan induktif, sering disebut sebagai logika deduktif dan logika induktif, logika rasional dan logika empirik[12]. Setiap metode ilmiah, logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik).
Hasil berfikir rasional yang menggunakan logika deduktif-rasional sifatnya belum final, hipotetik, dugaan mengenai kebenaran yang bersifat sementara. Artinya, hipotesis itu merupakan sebuah kesimpulan berfikir deduktif-rasional. Sehubungan dengan hal ini, pembuktian nyata, induktif-empirik merupakan kebutuhan, guna "menginterogasi", mencocokkan dengan fakta-fakta atau fenomena-fenomena empirik yang terjadi. Itulah sebabnya, betapapun kekuatan berfikir deduktif kalau tidak didukung dengan kebenaran faktual-empirik belum dapat dinyatakan sebagai ilmiah. Maka, metode ilmiah merupakan gabungan dari logika deduktif-rasional dan logika induktif-empirik. Dalam kaitan ini metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi (Jujun S.Suriasumantri, 1993), atau menurut Tyndall dalam Harold A. Larrabee (1964) dinyatakan sebagai perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi.
TUJUAN PENELITIAN
Bahwa setiap kegiatan penelitian memiliki tujuan tertentu sebagaimana disebutkan dalam definisi penelitian itu sendiri. Secara umum, tujuan penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 hal utama yaitu untuk menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan tertentu[13]. Berdasarkan ketiga pengelompokkan tujuan penelitian ini, implikasinya adalah setiap temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian harus dapat digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan yang dimaksud. Temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian yang tidak dapat menjawab atau memenuhi tuntutan dari tujuan tertentu penelitian yang umumnya telah dirumuskan ketika menyusun proposal penelitian, maka temuan-temuan hasil penelitian itu menjadi bias dan tidak bermakna. Penelitiannya dipandang sebagai penelitian yang tidak bermutu dan tidak mengarah. Karena, penelitian yang bermutu dan mengarah adalah penelitian yang mengacu dan berangkat dari tujuannya yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian itu sendiri ketika dirumuskan harus relevan dengan rumusan permasalahan[14].
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan atau mengembangan sesuatu (teori atau pengetahuan) yang baru umumnya terjadi pada penelitian-penelitian murni atau penelitian dasar yang tidak begitu peduli apakah temuannya itu secara praktis dapat langsung bermanfaat atau tidak. Sementara penelitian yang bertujuan untuk menerapkan, menguji, atau mengevaluasi (verifikasi) suatu teori yang telah ada dalam rangka memecahkan sesuatu atau beberapa permasalahan disebut sebagai penelitian terapan[15].
LOGICO-HYPOTHETICO-VERIFIKASI
Di atas telah dinyatakan, kegiatan penelitian (yang benar) sebagai kegiatan ilmiah selalu menggunakan metode ilmiah yang merupakan gabungan dari logika deduktif-rasional dan logika induktif-empirik, dan metode ilmiah itu sendiri dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi. Penelitian dengan logika verifikasi hipotesis umumnya penelitian yang menggunakan paradigma positivisme[16], dan kebanyakan digunakan dalam penelitian-penelitian kuantitatif[17]. Dalam penelitian dengan logika verifikasi[18] hipotesis, sudah pasti melibatkan logika atau cara berfikir yang sahih baik logika dedukatif maupun logika induktif, keduanya digunakan secara silih-berganti[19], iteratif, dalam kerangka berfikir ilmiah (berfikir dengan menggunakan metode ilmiah).
Dalam penelitian kuantitatif, setidaknya dikenal 4 logika yaitu: logika induktif probabilistik, logika deduktif probabilistik, logika paradigmatik uji inferensi, dan inferensi logik kuantitatif[20]. Logika induktif probabilistik digunakan dalam logika matematik paradigma positivisme. Dalam kaitan ini untuk menguji validitas teori atas data empirik digunakan uji verifikasi. Inferensi yang valid adalah inferensi yang didasarkan pada relasi transitif. Proposisi dalam logika matematik disusun berdasarkan proiposisi yang menyatakan adanya relasi antar jenis. Relasi X dan Y adalah simbol dari relasi jenis X dan jenis Y. Relasinya dapat disajikan dalam persamaan kuadratik, persamaan kubik, atau persamaan linier. Konstruk proposisi dalam logika ini adalah silogisme inferensi.
Logika deduktif probabilistik merupakan ragam kedua dari penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif. Logika ini digunakan oleh Realisme Baru[21]. Realisme menuntut pembuktian kebenaran yang didukung oleh teori dan empiri, knowing dan being. Eksistensi keduanya harus saling mendukung. Realisme Baru menuntut adanya "teori terkonstruk" (Thomas Kuhn, Lakatos, Laudan) dan "empiri terkonstruk" (Hacking).
Ragam ketiga dari logika penelitian adalah logika paradigmatik: uji inferensi logik kuantitatif. Untuk dapat menggunakan logika ini sebagai alat membuat inferensi dapat dilakukan dengan cara: Kita membangun konseptualisasi teoretik yang open ended (meberi peluang koreksi atau pengembangan) yang ditata atas skema atau paradigma pemikiran kita. Bangunan konseptualisasi itu sebagian bisa menggunakan tata berfikir linier-inferensial, thermostatik, holografik, dan sebagainya[22].
Logika penelitian yang keempat adalah inferensi logik kuantitatif. dalam kerangka ini, untuk analisis parametrik dituntut pemenuhan beberapa asumsi atau persyaratan misalnya sampel harus diambil secara random, distribusi data harus normal, linier, homogen. Ini berlaku misalnya dalam analisis regresi, korelasi ganda, analisis varian. Dalam kaitan itu, instrumen pengumpul datanya harus memiliki validitas (terutama validitas konstrak) dan reliabilitas yang memadai. Model uji inferensi dengan logika kuantitatif tepat digunakan jika peneliti menggunakan paradigma positivistik, lebih jauh lagi jika menggunakan paradigma lainnya seperti postpositivistik rasionalistik, realisme baru, atau logika quantum.
Kembali kepada hakikat penelitian sebagai kegiatan ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dengan logika iteratif, di mana antara deduktif dana induktif digunakan silih berganti, maka sesungguhnya logika verifikasi hipoetsis itu juga menggunakan logika iteratif. Ketika menurunkan hipotesis untuk diuji, konstruk teori harus dibangun kuat sehingga turunan ke rumusan hipotesis benar-benar siap uji secara verifikatif dengan harapan hasil uji hipotesis dapat memperkuat bangunan konstruk teori. Untuk ini, ketika proses uji hipotesis maka diperlukan konstruk empirik yang kuat dalam arti diperlukan data-data yang objektif, valid dan reliabel sehingga mendukung proses pengujian hipotesis. Kerja penelitian dengan cara membangun konstruk teori hingga penurunan hipotesis merupakan cara kerja deduktif (meski dalam membangun tata berfikir teoretik bisa saja menggunakan logika deduktif-induktif), sedangkan cara kerja membangun konstruk empirik yang kemudian digunakan untuk uji hipotesis merupakan cara kerja induktif verifikatif. Dengan demikian, logika hipotesis verifikasi adalah logika keilmuan (ilmiah) yang iteratif yakni melibatkan logika deduktif-induktif. Dalam konteks uji hipotesis tentu paradigma kuantitatif yang dipilih. Untuk ini analisis data selalu melibatkan analisis statistik guna uji hipotesis. Karena itu penelitian yang melibatkan hipotesis adalah penelitian kuantitatif dengan melibatkan statistik. Uji hipotesis itu sendiri sering disebut uji statistik. Hipotesisnya bisa berupa hipotesis deskriptif (univariat), hipotesis korelasional, atau hipotesis komparasional.
Uji hipotesis adalah uji statistik artinya hipotesis diuji dengan teknik analsisis statistik (statistik itu sendiri adalah ukuran sampel atau menurut Djemari Mardapi disebut deskripsi numerik tentang sampel[23], karena itu uji statistik hanya ada dalam penelitian sampel yang hendak menguji ukuran populasi yang namanya parameter). Hasil ujinya, jika hipotesis nol[24] (yang diuji dalam uji statistik) ditolak secara signifikan kesimpulan dan pemaknaan kemudian adalah generalisasi dari sampel ke populasi dan verifikasi teori dengan pernyataan bahwa konstruk teori yang dibangun benar adanya dan terdukung oleh konstruk empirik[25]. Kekuatan hasil uji hipotesis ini sangat tergantung pada penggunaan alat uji statistiknya. Jika alat uji statistiknya parametrik, maka hasil inferensinya (generalisasinya) kuat dan kokoh. Tetapi jika alat uji statistiknya nonparametrik, hasil inferensinya masih lemah. Mengapa, sebab alat uji statistik nonparametrik memiliki beberapa kelonggaran asumsi atau persyaratan uji di antaranya tidak menggunakan bentuk distribusi peluang (free distribution). Karena itu, hasil-hasil penelitian (hasil-hasil uji hipotesis) yang menggunakan alat uji statistik nonparametrik kurang begitu diyakini adanya[26].
Uji hipotesis adalah uji statistik, dan uji statistik itu bersifat probabilistik. Karena itu dalam logika inferensi untuk uji hipotesis selalu bersifat probabilistik (dengan syarat data yang diambil harus dilakukan secara random, probabilistik). Dalam kaitan ini, hasil inferensi atau kesimpulan untuk generalisasinya sifatnya probabilistik, kemungkinan yang disertai dengan keyakinan tertentu atau derajat kepercayaan tertentu. ketika melakukan uji statistik umumnya peneliti dituntut untuk menentukan terlebih dahulu berapa derajat keyakinan yang dipakai, misalnya 95% (dalam penelitian behavioral) atau 99% atau kurang dari itu (dalam penelitian kealaman). Derajat keyakinan yang demikian dalam ilmu statistik disebut sebagai level of significance.
SIMPULAN
Bahwa penelitian adalah kegiatan ilmiah dengan melibatkan metode ilmiah dan memiliki tujuan tertentu sesuai dengan karakteristik penelitian itu sendiri. Agar hasial penelitian akuntabel, ia harus didukung dengan data yang objektif, valid, dan reliabel dengan menggunakan instrumen yang baik.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu melalui kegiatan berfikir dengan menggunakan logika ilmiah yaitu gabungan antara logika deduktif (rasional) dan logika induktif (empirik). Dalam penelitian kuantitatif berparadigma positivisme metode (logika) ilmiah dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi atau perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi, secara iteratif. Dalam logika verifikasi hipotesis digunakan statistik inferensial sebagai cara kerja uji hipotesis guna menghasilkan kesimpulan. Kesimpulan inferensial generalis dari statistik inferensial yang lebih kokoh, kuat dan lebih dapat diyakini adalah yang parametris, karena proses dan cara kerja parametrik terkontrol oleh prasyarat uji yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Brannen, Julia. (t.th.). Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif (terjemahan), Penyunting: Imam Safe'i. Fakultas tarbiyah IAIN Antasari. Samarinda.
Gay, L.R. 1981. Educational research competencies for analysis & application. Charles E. Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company. London.
HM., Ahmad Rohani., dkk. 1994. Pendekatan eklektik dalam sistem berfikir ilmiah. Makalah Kelompok dalam Diskusi Mata Kuliah Filsafat Ilmu S2 PPs IKIP Yogyakarta.
---------------------------. (2002). Statistik inferensial; estimasi dan uji hipotesis nol. Majalah Ilmiah FAI UNISSULA, AL-FIKRI. no. 37/Juni/Th.XVI/2006.
---------------------------. (2002). Statistik dalam kegiatan penelitian. Majalah Ilmiah FAI UNISSULA, AL-FIKRI. no. 31/Juni/Th.XIII/2003.
Hogg, Robert V. & Tanis, Elliot A. (1988). Probability and statistical inference. Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey.
Mardapi, Djemari. (2000). Pengujian hipotesis nihil: uji signifikansi dan interval kepercayaan. Makalah Seminar Kontroversi prinsip-Prinsip Statistik Fak. Psikologi UGM tanggal 22 Juli 2000.
Merton, Robert K. (1967). On theoretical sociology five essays, old and new. Collier Macmillan Publishers. London.
Muhadjir, Noeng. 2001. Edisi II Cet. 1. Filsafat ilmu. Rake Sarasin. Yogyakarta.
-------------------. 2000. Edisi IV. Cet. 1. Metodologi penelitian kualitatif. Rake Sarasin. Yogyakarta.
Sugiyono. (1993). Metode penelitian administrasi. Alfabeta. Bandung.
Suriasumatri, Jujun S. 1993). Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan. Jakarta.
Wiersma, William. 1986. Fourth Edition. Research methods in education: an introduction. Allyn and Bacon, Inc. Boston.
RIWAYAT PENULIS
Nama : Drs. Ahmad Rohani HM., M. Pd.
Lahir : Sukoharjo, 28 Mei 1963
Alamat : Gunung Kunci 04 / IX Kartasura 57167 Sukoharjo
Telp/Faks : 0271 780898
HP : 081329094090 / 081393408427
Pendidikan :
- Sekolah Dasar : SD Islam Al Hilal Kartasura,
tamat dan berijazah SD dan MI tahun 1976
- SLTP : MTsN I Surakarta
tamat dan berijazah tahun 1979
- SLTA : PGAN Surakarta, tamat dan berijazah tahun 1982
- Sarjana Muda : Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Smg.
tamat dan berijazah tahun 1985
- S1 : Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Smg.
tamat dan berijazah tahun 1986/87
- S2 : Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
IKIP Yogyakarta, tamat dan berijazah tahun 1996/97
- S3 : Kandidat Doktor
Konsentrasi Metodologi Evaluasi
Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta,
Pengalaman
- Sejak mahasiswa menjadi aktivis organisasi intra kampus (Senat Mahasiswa) dan ekstra kampus (PMII hingga tingkat Jawa tengah, dan KNPI hingga tingkat Kodia Semarang)
- Lulus pertama kali Sarjana Muda pada tahun angkatannya Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
- Sarjana Teladan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 1986/87
- Mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang sejak tahun 1987 sampai tahun 1991/92
- Mengabdi di UNISSULA sejak tahun 1989 hingga sekarang
- Mengajar di Universitas Nahdhatul Ulama tahun 1992 sampai tahun 1994
- Menulis beberapa buku yang diterbitkan oleh penerbit buku nasional di Jakarta seperti PT Rineka Cipta dan Bumi Aksara Jakarta, sejak tahun 1990, antara lain: (1) pengelolaan Pengajaran; (2) Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan di Sekolah; (3) Bimbingan dan Konseling di Sekolah); (4) Media Instruksional Edukatif.
- Menulis buku beberapa artikel ilmiah di beberapa jurnal / majalah ilmiah Al Fikri.
- Bersama Bp. Drs. Nidhomun Ni'am, merintis Majalah Ilmiah Al Fikri sejak tahun 1980-an akhir.
- Dengan direstui Dekan FAI (Bp. Drs. A. Qodim Suseno) dan didukung PD I FAI (Bp. Drs. Ali Bowo Tjahjono, M. Pd.) merintis berdirinya Program Akta IV Tarbiyah UNISSULA Semarang sejak tahun 1997/98.
- Pernah menjabat sebagai: Biro Administrasi pendidikan (BAP) Jurusan Tarbiyah FAI UNISSULA, Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Tarbiyah / FAI UNISSULA, anggota Senat Universitas dan anggota Senat Fakultas.
- Ketua Pusat Studi Pengembangan Ilmu dan Sistem Pengajaran Lemlit UNISSULA
- Ketua Tim Penyusunan program Studi Baru: PGSD dan PGTIK UNISSULA Semarang dan PHK S1-PGSD B Terintegrasi 2007
- Konsultan informal persiapan Akreditasi Program Studi ISID Ponorogo.
- Mengadakan beberapa penelitian, antara lain mengenai: Pelaksanaan Taman Pendidikan Al Qur'an di Semarang; Metode Teladan dalam Pendidikan Akhlak; Minat Lulusan D2 melanjutkan ke Tarbiyah UNISSULA; Minat Baca Dosen UNISSULA.
- Ketua penyelenggara dan Pemateri dalam beberapa Pelatihan Dosen-Dosen UNISSULA dalam bidang Pengajaran maupun Penelitian.
- Pemateri dalam Penataran Guru-Guru Pendidikan Agama Islam SD se Jawa Tengah dalam bidang Pembelajaran PAI, sejak tahun 1990-an.
[3] Julia Branner misalnya telah berupaya memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif tetapi beberapa kesulitan masih ditemukan. Bahkan beberapa pakar penelitian masih memandang bahwa upaya memadukan keduanya sebagai utopia. Upaya pemaduan ni, bisa menyandingkan 2 paradigma yang berbeda, bisa pula satu paradiga dengan metodologi keduanya sebagaimana dilakukan oleh Miles & Huberman yang menggunakan paradigma positivisme dalam penelitian kualitatif tetapi melibatkan cara-cara kerja tertentu dari metodologi kuantitatif.
[4] Penelitian (terutama penelitian eksperimen) itu sendiri menuntut 2 jenis validitas yakni validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal diperoleh ketika proses penelitian itu menggunakan metodologi penelitian secara benar. Sementara validitas eksternal terjadi ketika temuan atau hasil penelitian dapat diterima oleh para pakar serta hasilnya tidak bertentangan dengan kebenaran yang seharusnya ada.
[5] Sugiyono (1993).
[6] Data itu sendiri sebenarnya memiliki sifat valid atas dirinya sendiri. Ia bisa menjadi tidak valid ketika dikaitkan dengan penelitian yang memiliki rumusan permasalahan dan tujuan penelitian tertentu. Karena itu, data yang valid adalah data yang sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuannya.
[7] Naifnya, tidak sedikit dosen pembimbing skripsi mahasiswa yang justru menganjurkannya, atau setidaknya membiarkan mahasiswa melakukan hal demikian.
[8] Dalam kerja penelitian di lapangan (kerja empirik), mungkin saja peneliti menemukan data yang sebelumnya tidak diduga, unanticipated, anomalous and strategic yang memungkinkan untuk mengembangkan teori baru atau memperluas teori yang telah ada, yang demikian ini oleh Merton disebut sebagai the serendipity pattern (Robert K. Merton dalam On Theoritical Sociology, 1967).. Serendepity lain dengan data sekunder. data sekunder umumnya tak terkait dengan teori, sementara serendepity terkait dengan pengembangan atau perluasan teori.
[9] Dalam konsep pengukuran, reliabilitas itu dipredikatkan pada instrumen, artinya instrumen pengumpul data yang dituntut reliabel. Meski demikian, kenyataan yang terjadi reliabilitas itu sangat tergantung pada datanya itu sendiri.
[11] Kegiatan berfikir itu sendiri merupakan kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Arifin (1976) menyebutkan bahwa berfikir termasuk tingkat hidup kejiwaan taraf tinggi. Poedjawijatno (1980) menjelaskan, mengapa manusia berfikir, karena sejak kelahirannya individu mempunyai naluri ingin tahu dan berusaha untuk tahu. Jika usahanya itu dapat tercapat olehnya, maka puaslah dia. Dalam Islam, sebagaimana dijelaskan Usman Najati (1982) bahwa manusia berbeda dari hewan karena akal budi yang dianugerahkan Allah dan kemampuan berfikir yang memungkinkannnya untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan terhadap berbagai hal dan peristiwa, menyimpulkan hal-hal yang umum dari bagian-bagian, dan menyimpulkan berbagai kesimpulan dari premis-premis. Allah sendiri telah memberikan dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta, mengamati berbagai gejala alam, merenungkan keindahanNya dan mengungkapkan hukum-hukumNya di alam semesta. Beberapa ayat al Qur'an seperti dalam surat dan ayat : 8;22, 25;44 merupakan uraian tentang pentingnya manusia berfikir. Kasus Ibrahim melakukan proses peneguhan tauhid sebagai terukir dalam surat 6; 74-79 merupakan ilustrasi betapa Ibrahim menjadi contoh bagi manusia untuk melakukan proses berfikir guna mencapai kesimpulan yang benar, ilmiah, induktif-deduktif.
Otto Selz menjelaskan sistem berfikir ilmiah dicirikan dengan: memiliki arah tujuan tertentu, proses berfikir memiliki sifat yang kompleks menuju ke arah kesempurnaan, proses berfikir mempunyai skema yang mendahului kesadaran kita, dan berfikir adalah mempraktikkan metode-metode pemecahan soal yang tidak diketahui oleh dirinya sendiri.
[12] Logika adalah pengkajian untuk berfikir secara sahih (Sahakian & Sahakian dalam J.S. Suriasumantri ). Artinya, ketika seseorang hendak menarik suatu kesimpulan, ia harus menggunakan cara tertentu. Dalam pengkajian ilmiah cara penarikan kesimpulan setidaknya terdapat 2 jenis yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif itu penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus), sedangkan logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif. Dalam hal ini rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sesuah sistem dengan mekanisme korektif.
[14] Bedakan makna rumusan permasalahan (rumusan pokok masalah) dengan pengajuan masalah. Rumusan permasalahan adalah bagian dari pengajuan masalah. Rumusan permasalahan berupa kalimat (pertanyaan atau pernyataan) singkat yang telah dibatasi dan merupakan pilihan cermat dari identifikasi berbagai masalah. Sementara pengajuan masalah itu mencakup latar belakang, identifikasi, batasan, dan rumusan permasalahan, serta tujuan penelitian dan manfaat (signifikasi) penelitian.
[15] Gay (1977) menyatakan sebenarnya sulit untuk membedakan antara penelitian murni (dasar) dan penelitian terapan secara terpisah sebab keduanya terletak pada satu garis kontinum. Penjelasan pernyataan ini adalah, jika penelitian murni berkaitan dengan penemuan prinsip-prinsip (teori) maka penelitian terapan terkait dengan penggunaan prinsip-prinsip. Misalnya penelitian murni meneliti pengaruh pemberian stimulus terhadaap respon pada binatang, sebagaimana banyak dilakukan oleh para perintis Behaviorisme, maka penelitian terapan berupaya untuk menggunakan hasil dari penelitian dasar atau menguji prinsip-prinsip (teori) itu dalam lapangan empirik. Hasil penelitian terapan umumnya menguatkan teori yang telah ada ketika hipotesis penelitiannya diterima, karena hipotesis ini diturunkan dari teori yang relevan. Sekalipun demikian, tidak selamanya hasil penelitian terapan demikian. Tidak menutup kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu teorinya (hipotesis penelitiannya) ditolak, karena tidak semua teori berlaku untuk semua kasus.
[16] Adalah Saint Simon (1825) yang mengenalkan istilah positivisme pertama kali. Dalam positivisme sosial, August Comte & John Stuart Mill merupakan tokoh-tokoh penting. Paradigma positivisme berakar dari empirisme. Prinsip filosofik positivisme dikembangkan pertama kali oleh Francis Bacon (sekitar tahun 1600). Dalam tesis positivisme dinyatakan bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan (Noeng Muhadjir, 2001). Positivisme menolak eksistensi segala kekuatan atau subjek di belakang fakta, menolak segala penggunaan metode di luar yang digunakan untuk menelaah fakta.
[17] Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang data-datanya diangkakan dan dianalisis dengan teknik statistik baik yang deskriptif maupun inferensial. Yang inferensial bisa parametrik atau nonparametrik.
[18] Untuk penelitian dalam kerangka disertasi, penyelesaian tugas akhir S3, tentu penelitiannya tidak cukup jika hanya bersifat verifikatif, Tuntutan yang lebih dari sekedar verifikasi adalah penemuan teeori baru yang berarti lulusan dari S3 tidak sekedar "membebek" atau "mengekor" atas teori-teori yang sudah ada, tetapi diharapkan mampu melahirkan atau menemukan teori baru, setidaknya mengembangkan secara kritis atas teori-teori yang telah ada. Mengapa demikian, (kandidat) lulusan S3 dipandang telah memiliki otoritas keilmuan dan seharusnya mampu menghasilkan teori baru. Penelitian verifikatif, layak bagi level S1 dan S2, bagai level S3, sekali lagi, tuntutan penelitiannya tak sekedar verifikasi. Bobot dan derajat lulusan S3 salah satunya dapat ditilik dari kemampuannya dalam menghasilkan teori-teori baru melalui kegiatan penelitiannya.
[19] Box & Hunter (1978) dalam A.H. Nasution (1992) memandang bahwa penelitian ilmiah itu sebagai suatu proses belajar berulang yang terarah yang menggunakan deduksi dan induksi silih-berganti. Yang demikian ini disebut sebagai pola berfikir iteratif,
[21] Realisme Baru muncul awal abad XX sebagai oposisi doktrin idealist. Realisme baru merupakan pengembangan paradigma kuantitatif dari Positivisme. Kehadirannya mengokohkan paradigma kuantitatif positivistik menjadi paradigma kuantitatif postpositivistik. Realisme baru menampilkan sosok relasi eksternal antara knowing dan being.
[22] Penjelasan lanjut mengenai logika paradigmatik: uji inferensi logika kuantitatif dapat disimak dalam buku Boeng Muhadjir (2001) "Filsafat Ilmu".
[23] Djemari Mardapi (2000) dalam Seminar Kontroversi prinsip-Prinsip Statistik Fak. Psikologi UGM tanggal 22 Juli 2000.
[24] Hipptesis nihil (nol) didefinisikan oleh Emory (1985) sebagai pernyataan tidak adanya perbedaan parameter dengan statistik.
[25] Generalisasi merupakan hasil kerja statistik inferensial. Statistik inferensial berhubungan dengan metode membuat generalisasi terhadap populasi berdasarkan pada sampel. Djemari Mardapi (2000) menjelaskan: Pada prinsipnya statistik inferensial ingin menaksir besarnya harga parameter yaitu besaran pada populasi. Warwick & Lininger (1975) menyatakan bahwa estimasi parameter merupakan tugas prinsipal dalam statistik inferensial. Katanya, The population estimate is an inference about the population value based an sample data. Ahmad Rohani HM (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa persesuaian antara estimasi populasi dan nilai populasi mungkin ada suatu konfidensi, keyakinan atau kepercayaan. Statistik yang digunakan untuk memperoleh sebuah nilai dugaan disebut sebagai penduga atau estimator atau fungsi keputusan. Misal fungsi keputusan S2 yang merupakan fungsi dari sampel acak yang bersangkutan adalah suatu penduga bagi s2 sedangkan dugaan s2 merupakan realisasinya.
Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menaksir besarnya parameter, yaitu taksiran titik dan taksiran interval. Taksiran titik hasilnya hanya satu harga yang digunakan untuk melakukan uji signifikansi. Taksiran titik dapat digunakan untuk uji hipotesis nol karenanya ia sering disebut dengan uji signifikansi. Menurut Neyman-Pearson, dalam uji signifikansi harus selalu disertai dengan informasi peluang kesalahan atau derajat kesalahan tipe I yang probabilitas kesalahannya disimbolkan dengan a dan kesalahan tipe II yang probabilitas kesalahannya disimbolkan dengan b. Kesalahan tipe I terjadi ketika peneliti (penguji) menolak hipotesis nol padahal kenyataannya benar, sedangkan kesalahan tipe II terjadi karena peneliti tidak menolak hipotesis nol ketika kenyataan hipotesis nol tidak benar. Penelitian dengan uji statistik dengan statistik program komputer umumnya menggunakan pendekatan Fisher dalam nentukan derajat kesalahan yaitu menggunakan nilai p (peluang salah, probabilitas salah). Setiap uji hipotesis nol selalu terjadi 2 tipe kesalahan karena memang tidak bisa dihindari sekalipun prosedur uji hipotesis dan semua asumsi dipenuhi dan hitungan dilakukan secara benar. Maka, persoalan dalam uji hipotesis nol bukan menghidari keduanya, tetapi bagaimana memperkecil kesalahan. Hal ini tergantung pada power of a statistical test, namun, antara kedua tipe kesalahan itu memang dilematis.
Sementara itu taksiran interval hasilnya berupa batas atas dan batas bawah suatu parameter yang digunakan untuk uji hipotesis dengan menggunakan interval kepercayaan. Dengan demikian, kedua cara atau jenis taksiran ini dapat digunakan untuk uji hipotesis. Statistik inferensial selalu berhubungan dengan hipotesis nihil (nol) dan hipotesis alternatif. Setelah dilakukan taksiran parameter selanjutnya dilakukan uji hipotesis (nol) atau uji signifikansi guna menentukan ada tidaknya perbedaan besarnya statistik dan besarnya parameter, jika beda apakah perbedaannya benar nyata atau meyakinkan (signifikan) atau karena kesalahan acak. Jika perbedaannya signifikan harus dijelaskan dengan taraf signifikansinya berapa persen, misalnya 95% yang berarti peluang salahnya 5%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar